Menteri Luhut: Pariwisata Penyumbang Devisa Paling Menjanjikan di Masa Depan

Menteri Luhut: Pariwisata Penyumbang Devisa Paling Menjanjikan di Masa Depan
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Jakarta, Forumpublik.com - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mendata bahwa saat ini sektor pariwisata paling cepat menambah penerimaan negara. Dari data tahun 2018, jumlah penerimaan negara dari sektor pariwisata mencapai 17 miliar dolar AS. Jumlah itu diperkirakan akan naik hingga mencapai 21 miliar dolar AS.

Oleh karena itu Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai, sektor pariwisata ini bakal menjadi penyumbang devisa paling menjanjikan di masa mendatang.

"Ini penerimaan negara paling cepat. Kita tidak pernah bayangkan revenue-nya paling cepat," ucap Luhut saat menjadi pembicara Lecture Series on Indonesia's Maritime Diplomacy: The Current Challenges di CSIS pada Jumat (22/2/2019).

Luhut mengatakan capaian penerimaan itu memang bukan suatu hal yang mustahil. Berdasarkan pertumbuhan pariwisata Indonesia yang mencapai 4 kali lipat dibanding negara-negara ASEAN, ia optimistis angka 21 miliar dolar AS itu dapat tercapai.

Belum lagi menurutnya, pemerintah masih menggalakkan program "10 Bali Baru". Pada tahun 2019 ini saja, Luhut mengatakan terdapat "4 Bali Baru" yang akan akan diselesaikan oleh pemerintah.

"Saya harapkan tahun ini ada 4 (Bali baru) yang akan diselesaikan," ucap Luhut saat dilansir dari Tirto.

Sejak 2015, lewat surat Sekretariat Kabinet Nomor B 652/Seskab/Maritim/2015, pemerintah telah menetapkan 10 daerah menjadi Destinasi Pariwisata Prioritas. 10 destinasi wisata itu antara lain; Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Mandalika, Labuan Bajo, Wakatobi, dan Morotai.

Pemerintahan Joko Widodo berambisi menjadikan 10 destinasi pariwisata tersebut sebagai 'the next Bali'.

Namun rencana ini mendapat kritik dari pendiri WatchdoC Dandhy Dwi Laksono. Ia menilai, rencana pemerintah mengandalkan sektor pariwisata sebagai penyumbang devisa sebenarnya bermasalah.

Alasan Dandhy, dalam proses membangun Bali seperti yang dikenal sekarang memerlukan puluhan tahun dan tidak sekilat yang dibayangkan pemerintah dalam waktu yang singkat. Belum lagi, realisasi itu juga menuntut pembangunan infrastruktur dalam jumlah besar yang berujung pada perampasan lahan dan pengusiran masyarakat dari tempat tinggalnya.

“Istilah industrinya aja yang dipindahkan [dari ekstraktif ke pariwisata]. Tapi polanya sama: tentara, backhoe, polisi dan politikus lalu perampasan lahan yang sama,” ucap Dandhy dalam diskusi bertajuk Wonderful Indonesia : Kerusakan dan Pelanggaran HAM di Sektor Pariwisata” di KeKini pada Sabtu (16/2/2019). (Red)

0 comments:

Post a Comment