Komnas HAM Desak Oknum Polisi Pelaku Penyiksa Kuli Bangunan Diproses Hukum, Usman: Tak Cukup Sekadar Sanksi Disiplin

Komnas HAM Desak Oknum Polisi Pelaku Penyiksa Kuli Bangunan Diproses Hukum, Usman: Tak Cukup Sekadar Sanksi Disiplin
Ilustasi penyiksaan. (AungMyo/stock.adobe)

Medan (Sumut) - Forumpublik.com | Kuli bangunan bernama Sarpan yang diduga mendapatkan penganiayaan di sel tahanan Polsek Percut Sei Tuan, Polrestabes Medan, Sumatera Utara (Sumut), dimana Sarpan diduga dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan terhadap Dodi Sumanto.

Penganiayaan yang dialami Sarpan bermula dari kasus pembunuhan pada 2 Juli. Sarpan merupakan saksi dari pembunuhan tersebut.

Polisi sebetulnya telah menangkap tersangka pelaku bernama Anzar (27) yang diduga membunuh Dodi Sumanto di Desa Seo Rotan, Percut Sei Tuan.

Namun, Sarpan selaku saksi ikut diperiksa kepolisian dan sempat ditahan selama lima hari. Selama ditahan, Sarpan mengaku dipukuli dalam keadaan mata tertutup hingga disetrum.

Kendati begitu, Direktur Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid mengatakan hukuman indisipliner itu belum cukup.Buntut dari aksi penganiayaan terhadap Sarpan, Kompol Otniel Siahaan akhirnya dicopot jabatannya sebagai Kapolsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Menurut Usman, dugaan penyiksaan yang dilakukan kepolisian terhadap Sarpan merupakan tindakan kriminal. Polisi yang melakukan penyiksaan harus mendapat sanksi berat, tak cukup sekadar sanksi disiplin.

"[Sanksi] disiplin jauh dari cukup. Penyiksaan itu kriminal. Dan bahkan merupakan kejahatan di bawah hukum internasional," kata Usman melansir dari CNNIndonesia.com, Minggu (12/7/20).

Senada dengan Usman, Direktur Eksekutif lembaga advokasi Lokataru Foundation Haris Azhar menyatakan polisi yang diduga menganiaya Sarpan seharusnya dipidana.

Menurut Haris, Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian sudah mengatur hal tersebut.

Haris mengatakan peristiwa semacam ini masih kerap berulang lantaran tak ada hukuman yang memberi efek jera pada pelaku. Kebanyakan kasus penyiksaan oleh anggota Korps Bhayangkara terjadi di tingkat Polsek dan Polres.

Oleh karena itu Haris berpandangan bahwa perlu pengawasan ketat yang tak hanya dari satuan kepolisian. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan DPR juga harus tegas mengawasi Polri.

"Praktik ini terjadi karena memang enggak ada hukuman yang istilahnya memberi efek jera untuk mencegah praktik ini ke depan. Seharusnya pengawas polisi, Kompolnas, DPR juga kasih perhatian," tutur Haris.

"Kasus ini menunjukkan bahwa Polri masih jauh dari sikap promoter dalam menangani sebuah perkara," kata Neta.Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane juga menilai aksi penyiksaan terhadap Sarpan ini sebagai bentuk keberingasan anggota Polri. Neta menyebut insiden penganiayaan yang kerap berulang ini menunjukkan bahwa anggota Polri tidak tertib hukum dan taat akan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Neta pun mempertanyakan mengapa polisi melakukan penyiksaan terhadap saksi. Sebab, menurut dia hal ini justru memunculkan indikasi bahwa kepolisian berpihak dan hendak melindungi tersangka.

Jika benar, kasus penganiayaan yang diterima Sarpan ini mesti diusut tuntas oleh bagian profesi dan pengamanan (propam) Polri.

"Bagaimanapun apa yang terjadi di Polsek Percut Sei Tuan ini menjadi catatan hitam bagi Polda Sumut, sehingga Polri harus bersikap tegas pada polisi-polisi pemangsa masyarakat," ujarnya.

Baca juga:  9 Tahun Lumpuh Layu Tanpa Perhatian, Kabaharkam Polri Berikan Paket Bantuan

Komnas HAM Desak Pelaku Diproses Hukum

Komnas HAM meminta Polri menindak tegas polisi pelaku dugaan penyiksaan terhadap Sarpan, kuli bangunan di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang disiksa dan dipaksa mengaku jadi pelaku kasus pembunuhan.

Wakil Ketua Komnas HAM RI Amiruddin mengatakan, pemaksaan pengakuan dalam rangka mendapatkan keterangan saat pemeriksaan oleh aparat hukum bertentangan dengan norma hak asasi manusia (HAM). Perbuatan Penyiksaan jelas-jelas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Menentang Penyiksaan dan Tindakan Tidak Manusiawi Lainnya.

Menurut Amiruddin, berdasarkan UU tersebut, setiap orang yang melakukan penyiksaan bisa dipidana.

"Agar, penyiksaan dalam tahanan polisi tidak terus berulang, Kapolri (Jendral Idham Azis) harus menindak pelaku penyiksaan di Polsek tersebut secara hukum. Serta menindak atasan langsung dari pelaku penyiksaan itu," kata Amiruddin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/7).

Lebih lanjut, Amiruddin mengatakan bahwa tindakan penyiksaan tidak dapat ditolerir dan Komnas HAM mendorong Pemerintah dan Komisi I DPR RI mengambil langkah-langkah untuk meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT) untuk memperkuat implementasi UU 5/1998.

Sarpan diketahui mendapatkan penganiayaan di dalam sel tahanan Polsek Percut Sei Tuan. Padahal, Sarpan merupakan saksi dalam kasus pembunuhan terhadap Dodi Sumanto yang dilakukan oleh tersangka pelaku Anzar.

Penganiayaan yang dialami Sarpan ini bermula dari kasus pembunuhan pada Kamis, 2 Juli lalu. Polisi sebetulnya telah menangkap tersangka pelaku bernama Anzar yang diduga membunuh Dodi Sumanto di Desa Seo Rotan, Percut Sei Tuan.

Namun, Sarpan selaku saksi ikut diperiksa kepolisian dan sempat ditahan selama lima hari. Selama ditahan, Sarpan mengaku dipukuli dalam keadaan mata tertutup hingga disetrum.

Buntut dari aksi penganiayaan terhadap Sarpan, Kompol Otniel Siahaan akhirnya dicopot jabatannya sebagai Kapolsek Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara.

0 comments:

Post a Comment