![]() |
Terdakwa Ustad Ahmad Rifai kasus penipuan, pemberangkatan umrah, namun yang tidak terealisasi. (Foto: Istimewa) |
"Menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ahmad Rifai dengan pidana penjara empat bulan," ucap hakim Irvan Lubis dari kursi majelis yang turut diisi hakim anggota Ferry Irawan dan Rinaldi, saat membacakan putusan, pada Kamis (10/07/2025).
Pembacaan putusan yang dibacakan hakim Irvan Lubis, sontak memancing kegaduhan di ruang sidang.
Vonis ini jauh lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Abdullah, yang sebelumnya menuntut Rifai dihukum dua tahun penjara.
"Terdakwa dengan sadar menipu, menjanjikan keberangkatan umrah yang tak pernah terwujud," tegas jaksa Abdullah saat sidang pekan lalu.
Meski demikian, majelis hakim memilih jalur lebih lunak. Bahkan selama proses persidangan, Rifai sempat menikmati status tahanan kota.
Dalam pembelaannya, kuasa hukum Rifai berargumen bahwa kliennya telah mengembalikan Rp 180 juta. Namun ketika jaksa meminta bukti transfer serta nama penerima, pengacara Rifai terlihat kebingungan.
Satu-satunya dokumen yang berhasil diperlihatkan adalah lembar pinjaman sebesar Rp 50 juta yang disebut digunakan untuk mencicil ganti rugi. Jumlah itu masih jauh dari total kerugian.
Lebih mencurigakan lagi, Rifai berjanji akan memberangkatkan sepuluh jemaah 'paling lambat Desember 2025'. Sebuah janji baru yang dinilai sekadar pengalihan isu oleh banyak pihak.
"Ini preseden berbahaya. Masa kerugian belum tertutup, pelaku malah disayang pengadilan?" ungkap seorang pengacara, mengutip BatamToday.com, Senin (14/7/2025).
Baca: Selundupkan 100 Unit iPhone, Jaksa Tuntut Kendri Wahyudi Pengusaha Handphone 2 Tahun Penjara
Dalam pembelaannya, kuasa hukum Rifai berargumen bahwa kliennya telah mengembalikan Rp 180 juta. Namun ketika jaksa meminta bukti transfer serta nama penerima, pengacara Rifai terlihat kebingungan.
Satu-satunya dokumen yang berhasil diperlihatkan adalah lembar pinjaman sebesar Rp 50 juta yang disebut digunakan untuk mencicil ganti rugi. Jumlah itu masih jauh dari total kerugian.
Lebih mencurigakan lagi, Rifai berjanji akan memberangkatkan sepuluh jemaah 'paling lambat Desember 2025'. Sebuah janji baru yang dinilai sekadar pengalihan isu oleh banyak pihak.
"Ini preseden berbahaya. Masa kerugian belum tertutup, pelaku malah disayang pengadilan?" ungkap seorang pengacara, mengutip BatamToday.com, Senin (14/7/2025).
Baca: Selundupkan 100 Unit iPhone, Jaksa Tuntut Kendri Wahyudi Pengusaha Handphone 2 Tahun Penjara
Ia khawatir putusan ringan ini memberi sinyal bahwa penipuan bisa ditebus hanya dengan janji.
Kasus ini bermula saat 14 orang, termasuk mantan Ketua PN Batam, Bambang Trikoro, menyetorkan uang Rp 42-45 juta per orang ke biro umrah An Awari milik Rifai. Sosok Rifai, yang dikenal sebagai ustaz dengan penampilan meyakinkan, membuat para korban terbuai.
Namun, keberangkatan umrah yang dijanjikan akhir 2024 tak kunjung terwujud. "Hotel penuh, tunggu Januari," kilah Rifai ketika itu. Namun hingga Januari berlalu, kabar keberangkatan pun menghilang.
Dalam persidangan 23 April 2025, saksi Hamzah mengaku telah menyetor Rp 42,5 juta, sementara saksi Tri membayar Rp 45 juta. Bachtiar, yang sebelumnya pernah berangkat umrah bersama Rifai pada 2021, ikut tertipu hingga menyerahkan Rp 90 juta.
Saya percaya reputasinya sebagai ustaz," ujar Bachtiar dengan mata berkaca-kaca.
Jaksa Abdullah menegaskan biro An Awari tidak memiliki izin resmi dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah. "Legalitasnya nol. Uang habis dibelanjakan untuk kepentingan pribadi," kecam Abdullah.
Kasus ini semakin menjadi sorotan publik lantaran deretan korban mencakup hakim aktif dan keluarganya, memicu bisik-bisik tentang potensi konflik kepentingan. Meski belum ada bukti kuat, kecurigaan masyarakat menguat bahwa kedekatan personal bisa melunakkan palu keadilan.
Di luar ruang sidang, Rifai tampak santai. "Saya bertanggung jawab, uang selesai dalam satu minggu," ujarnya. Namun, pernyataan serupa sudah berulang kali ia lontarkan sebelumnya tanpa realisasi.
Jaksa Abdullah menyatakan masih mempertimbangkan langkah banding atas putusan tersebut. Menurutnya, kasus ini bisa menjadi ujian penting bagi ketegasan hukum.
"Jika banding ditempuh, ini akan menjadi batu uji, apakah sistem peradilan kita benar-benar tajam untuk melindungi korban, atau tetap tumpul kepada pelaku yang pandai berkelit," kata Abdullah.
Bagi korban seperti Hamzah, keadilan hanya akan terasa nyata jika kerugian mereka kembali pulih. "Bagi kami, keadilan bukan cuma vonis ringan yang berdebu di lemari arsip. Yang kami tunggu uang kami kembali," tegas Hamzah.
Baca juga:
Kasus ini bermula saat 14 orang, termasuk mantan Ketua PN Batam, Bambang Trikoro, menyetorkan uang Rp 42-45 juta per orang ke biro umrah An Awari milik Rifai. Sosok Rifai, yang dikenal sebagai ustaz dengan penampilan meyakinkan, membuat para korban terbuai.
Namun, keberangkatan umrah yang dijanjikan akhir 2024 tak kunjung terwujud. "Hotel penuh, tunggu Januari," kilah Rifai ketika itu. Namun hingga Januari berlalu, kabar keberangkatan pun menghilang.
Dalam persidangan 23 April 2025, saksi Hamzah mengaku telah menyetor Rp 42,5 juta, sementara saksi Tri membayar Rp 45 juta. Bachtiar, yang sebelumnya pernah berangkat umrah bersama Rifai pada 2021, ikut tertipu hingga menyerahkan Rp 90 juta.
Saya percaya reputasinya sebagai ustaz," ujar Bachtiar dengan mata berkaca-kaca.
Jaksa Abdullah menegaskan biro An Awari tidak memiliki izin resmi dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah. "Legalitasnya nol. Uang habis dibelanjakan untuk kepentingan pribadi," kecam Abdullah.
Kasus ini semakin menjadi sorotan publik lantaran deretan korban mencakup hakim aktif dan keluarganya, memicu bisik-bisik tentang potensi konflik kepentingan. Meski belum ada bukti kuat, kecurigaan masyarakat menguat bahwa kedekatan personal bisa melunakkan palu keadilan.
Di luar ruang sidang, Rifai tampak santai. "Saya bertanggung jawab, uang selesai dalam satu minggu," ujarnya. Namun, pernyataan serupa sudah berulang kali ia lontarkan sebelumnya tanpa realisasi.
Jaksa Abdullah menyatakan masih mempertimbangkan langkah banding atas putusan tersebut. Menurutnya, kasus ini bisa menjadi ujian penting bagi ketegasan hukum.
"Jika banding ditempuh, ini akan menjadi batu uji, apakah sistem peradilan kita benar-benar tajam untuk melindungi korban, atau tetap tumpul kepada pelaku yang pandai berkelit," kata Abdullah.
Bagi korban seperti Hamzah, keadilan hanya akan terasa nyata jika kerugian mereka kembali pulih. "Bagi kami, keadilan bukan cuma vonis ringan yang berdebu di lemari arsip. Yang kami tunggu uang kami kembali," tegas Hamzah.
Baca juga:
PPATK Bekukan 10 Juta Rekening Penerima Bansos Lebih dari Rp2 Triliun Buat Judi Online
PPATK: Sebanyak 571.410 NIK Penerima Bansos Terlibat Judi Online
Resmi! Kementerian ESDM Izinkan Warga Ngebor Minyak, Ini Syarat
Resmikan Groundbreaking Industri Baterai Listrik, Prabowo: Kerja Sama Program Kolosal Antarnegara
Baca berita lainnya di Indeks News
PPATK: Sebanyak 571.410 NIK Penerima Bansos Terlibat Judi Online
Resmi! Kementerian ESDM Izinkan Warga Ngebor Minyak, Ini Syarat
Resmikan Groundbreaking Industri Baterai Listrik, Prabowo: Kerja Sama Program Kolosal Antarnegara
Baca berita lainnya di Indeks News