Kisah Henry Soesanto Alumnus ITS Berharta Rp9 T yang Sukses di Filipina

Kisah Henry Soesanto Alumnus ITS Berharta Rp9 T yang Sukses di Filipina
Henry Soesanto, sarjana kimia ITS menjadi orang terkaya nomor 50 di Filipina dengan total kekayaan Rp9 triliun lebih berkat Monde Nissin. (WARREN ESPEJO/Esquiremag)

JAKARTA - Forumpublik.com | Mungkin banyak di antara kita tidak mengetahui siapa Henry Soesanto. Namun, Henry merupakan salah satu tokoh penting yang berperan di balik nama besar Monde Nissin tersebut.

Tak banyak informasi yang bisa digali mengenai, kapan dia lahir, di mana masa kecil dan mudanya. Pasalnya, sosok Henry sangat misterius.

Produk biskuit dan mie instan Nissin sudah tak asing lagi di Indonesia. Siapa sangka pemiliknya adalah keluarga Indonesia yang menetap di Filipina.

Di balik suksesnya Monde Nissin ada Henry Soesanto yang kini menjadi pimpinan di perusahaan tersebut. Dikutip dari Forbes, Henry memiliki harta US$ 625 juta atau setara dengan Rp 9,3 triliun (asumsi kurs Rp 15.000). Dia masuk dalam daftar orang terkaya di Filipina urutan 27.

Cuma, mengutip berbagai sumber dan seperti dalam pemberitaan CNN Indonesia, Henry merupakan alumnus Institut Teknologi Surabaya (ITS).

Diketahui dari pemberitaan Detik Com, Henry pindah ke Filipina 40 tahun yang lalu. Dia membantu ayah mertuanya Hidajat Darmono yang mendirikan perusahaan tersebut pada 1979.

Kemudian dia dipercaya untuk mengembangkan perusahaan tersebut pada akhir 1980an. Forbes juga mencatat, pria berusia 71 tahun ini masih menjadi warga negara Indonesia meskipun tinggal di Manila, Filipina.

Baca: Pertamina Menaikkan Sejumlah Harga BBM Berlaku Mulai 1 Juli Ini

Salah satu produk Monde Nissin di Filipina adalah Lucky Me! yang terdiri dari mie instan dan biskuit serta cookies. Tahun 2004, Monde Nissin membuka pabrik biskuit di Chonburi, Thailand sebagai langkah pengembangan produksi di luar negeri.

Perusahaan terus berkembang dan menjadi pemain besar di pasar biskuit lokal yang menawarkan produk seperti Voiz Cracker, Voiz Waffle, kue mini Sumo, An-Pan dan Monde cookies.

Ia merupakan salah satu tokoh yang berada di balik kejayaan dan berkibarnya Monde Nissin. Cerita peran besar itu dimulai saat ia hijrah dari Indonesia ke Filipina pada 1981 lalu demi membantu ayah mertuanya Hidayat Darmono membangun bisnis keluarga.

Hidayat Darmono diketahui merupakan pengusaha besar yang berada di balik nama Biskuit Khong Huan, biskuit melegenda yang sering memeriahkan momen lebaran masyarakat Indonesia.

Saat membantu sang mertua itulah, ia berhasil membangun merek monde Nissin dan permainan usaha di Filipina.

Semua bermula pada akhir era 1980-an. Saat itu Henry mendapatkan kabar bahwa sebuah perusahaan Jepang yang akan mengirimkan mi ke Bangladesh gagal karena banjir.

Karena masalah itulah, pengiriman mi kemudian secara tak terduga dibatalkan. Karena pembatalan pengiriman itu, pengusaha membanting harga mi sampai sangat rendah supaya cepat terjual.

Insting tajam Henry, mendorongnya untuk mencari untung besar dari masalah itu. Ia merayu Hidayat Darmono untuk membeli mi tersebut.

Hidayat Darmono awalnya ragu untuk mengikuti saran menantunya tersebut. Dalihnya saat itu, Monde Nissin hanya menyukai bisnis biskuit dan tidak tahu apa-apa tentang mi instan.

Selain itu, pasar mi instan di Filipina saat itu juga sudah dikuasai oleh merek-merek besar seperti Maggi yang diproduksi oleh Nestle dan Nissin Ramen yang dibuat oleh URC. Namun, keuletan Henry dalam meyakinkan Hidayat, akhirnya membuatnya luluh. Ia ikuti saran Henry. Hidayat kemudian setuju membeli mi jepang itu.

Awalnya, Henry memang hanya menjual mi yang ia beli dari Jepang tersebut. Tapi kemudian, ia berinovasi dengan menawarkan produk mi berbeda dibandingkan dengan produk Nestle dan URC.

Kalau produk mi sebelumnya, kebanyakan menawarkan konsep makanan berkuah, ia menawarkan konsep mi instan kering pancit bermerek Lucky Me. Inovasinya ini kemudian menjadi pengubah arah bisnis mi instan di Filipina. Masyarakat Filipina yang awalnya hanya punya pilihan dua merek mi instan besar dari Nestle dan URC mendapatkan pilihan baru.

Produk mi instan produksi Monde kemudian berhasil mendominasi di Filipina. Pada 2020 bahkan, berdasarkan data riset Nielsen, pangsa pasar mi buatan Monde di Filipina mencapai 68 persen.

Mengutip esquiremag.ph, Henry mengatakan kesuksesan itu tak lepas dari kepiawaian dalam melihat peluang dan celah bisnis.

"Kami selalu melihat area yang belum dilakukan pesaing kami. Kami menyukai pasar samudera biru. Kami tidak suka pasar samudera merah," katanya.

"Saat kami ingin mengembangkan produk baru, kami mengamati melalui wawasan konsumen kami bahwa pancit canton telah menjadi hidangan populer orang Filipina.

Orang Filipina banyak mengkonsumsi mi pancit canton dari mi manapun. Karena itulah kami menang," katanya.

Kesuksesan itu membuat Henry semakin dipercaya oleh keluarga istrinya dalam menjalankan bisnis.

Kepercayaan besar itu membuatnya semakin leluasa dalam membangun perusahaan. Selama beberapa dekade, Monde terus berkembang secara organik serta melakukan serangkaian merger dan akuisisi.

Melansir dari CNN Indonesia, pada 2001, Monde mengakuisisi M.Y. San Biscuit, Inc., produsen SkyFlakes, Fita, dan M.Y. San Graham. Setelah diakuisisi oleh Monde Nissin, M.Y. San Biscuit, Inc. berganti nama menjadi Monde M.Y. San Corporation.

Beberapa produk cookies dan snack juga diluncurkan, yaitu Eggnog Cookies, Bread Stix, dan Bingo Cookie Sandwich.

Pada 2005, Voice Combo Sandwich diluncurkan sebagai biskuit combo cracker dan wafer pertama di Filipina.

Pada 2014, Voice Pops diluncurkan sebagai sandwich krim pertama dengan permen popping.

Kesuksesan dalam menjalankan bisnis itu membuat kekayaan Henry melesat. Forbes mencatat total kekayaan Henry mencapai US$625 juta.

Kalau dirupiahkan dengan kurs Rp15.036 per dolar AS, total kekayaan Henry tersebut tembus Rp9,3 triliun. Kekayaan itu menjadikannya orang paling tajir nomor 50 di Filipina.

Henry menjelaskan bahwa meski sudah lama menjadi pemimpin pasar mie instan di Filipina, riset menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat Filipina dalam kategori tersebut masih relatif lebih rendah dibandingkan negara tetangganya seperti Indonesia dan Vietnam.

Dia mengatakan rata-rata konsumen di sana hanya makan mie instan sekitar 36 bungkus per tahun, sedangkan konsumen di Indonesia dan Vietnam biasanya mengonsumsi sekitar 50 bungkus.

Dalam beberapa tahun ke depan, Henry berencana untuk meningkatkan ekspor produknya ke pasar-pasar yang ada di seluruh Amerika Utara, Eropa, Timur Tengah dan Asia, dan masuk ke negara-negara baru, termasuk Jepang, Indonesia dan Vietnam.

"Kami hanya ingin masuk ke konsumen, Mengapa beberapa konsumen tidak makan mie. Kami masih melihat potensi pertumbuhan," kata Henry.

Baca juga:
Kasus Ekspor Nikel Ilegal, Staf Luhut Minta Data ke Bea Cukai China
Realisasi Penerimaan Negara Hingga Akhir Mei 2023 dari Pajak Rp830,29 Triliun
Sampai 31 Mei 2023, Belanja Negara Terealisasi Rp1.005 Triliun atau 32,8% dari Pagu
Ekspor Impor Menguat, Indonesia Salah Satu Negara Pertumbuhan Terkuat di Dunia
3,3 Juta Hektare Lahan Sawit Masuk Kawasan Hutan, Luhut: Diputihkan

Rianto Art


0 comments:

Post a Comment