![]() |
Terdakwa Josef oknum anggota Polisi Batam (tak pakai peci) usai sidang mendengarka tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (12/3/2025). (Foto: Nk) |
Jaksa Izhar, dalam pembacaan tuntutannya, menyebutkan bahwa terdakwa Josep terbukti bersalah melanggar Pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang telah diubah dengan UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
“Tuntutan yang diajukan adalah dua tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan,” ujar Jaksa Izhar, di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (12/3/2025).
Usai mendengarkan tuntutannya, terdakwa menyampaikan pembelaannya permohonan keringanan hukuman dengan alasan memiliki anak dan keluarga yang bergantung padanya.
“Saya mohon diberikan keringanan hukuman yang mulia karena saya memiliki anak dan keluarga,” kata Josep saat menyampaikan pembelaannya di depan majelis hakim.
Baca: Kejagung Serahkan Kebun Sawit Sitaan Korupsi Duta Palma 221 Ribu Ha Ke BUMN
Pada persidangan itu, Jaksa tetap pada tuntutannya dan tidak mengabulkan permohonan tersebut.
Selain Josep, Jaksa juga menuntut hal yang sama terhadap terdakwa Muhammad Safwania, yang juga terlibat dalam kasus ini.
Sebelumnya, kedua terdakwa ditangkap pada September 2024 setelah kedapatan mengantar enam CPMI ke pelabuhan ilegal di Batam.
Peristiwa ini terungkap berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai mobil Daihatsu Xenia hitam dengan nomor polisi BP 1298 FG yang membawa enam CPMI menuju pelabuhan tikus. Kendaraan tersebut sebelumnya sempat terlihat di SPBU Bandara Internasional Hang Nadim Batam.
Enam CPMI yang hendak diberangkatkan adalah Subki, Hamdan Bin Amat, Muhammad Toni, Mariun, Sapar, dan Muhajir Bin Muhammad Yahya.
Hasil penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa Josep berperan sebagai pengawas dalam proses penyelundupan, sementara Muhammad Safwan bertugas sebagai sopir yang mengantar para pekerja migran ilegal menuju pelabuhan tidak resmi di Pantai Tanjung Memban, Nongsa.
Menurut keterangan Josep, ia menerima imbalan Rp 100 ribu per orang dari seorang yang dikenal dengan nama Muhammad alias Mamat (DPO), yang diduga sebagai otak dari penyelundupan pekerja migran ilegal ini.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan seorang anggota kepolisian yang seharusnya bertugas untuk menegakkan hukum dan melindungi masyarakat, namun justru terlibat dalam praktik ilegal yang merugikan banyak orang, terutama para pekerja migran yang rentan terhadap eksploitasi.
Baca juga:
Kasus Pinjol, KPPU Tingkatkan Penyelidikan ke Tahap Pemberkasan
Lebih dari 1.000 Orang Tewas di Suriah Akibat Bentrok Selama Dua Hari
China di Perintahkan Hakim AS Bayar Ganti Rugi USD24 Miliar pada Missouri dalam Kasus Covid-19
Polri Selidiki Temuan MinyakKita Tak Sesuai Takaran Dengan Label Kemasan
Red