Kabar baik menutup minggu ini, untuk mata uang Rupiah mencatat penguatan paling solid di Asia, meninggalkan peso Filipina dan baht Thailand yang terperosok di dasar klasemen.
Kabar dari Amerika Serikat jadi katalis, membawa semangat baru bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Merujuk data Refinitiv, rupiah ditutup menguat sebesar 0,46% secara mingguan ke level Rp16.435/US$. Ini jadi pembalikan arah setelah pekan sebelumnya sempat terkoreksi 0,49%.
Penguatan terjadi seiring dengan rilis data ekonomi AS yang mengecewakan, mendorong ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga dua kali tahun ini. Indeks dolar AS (DXY) pun terkoreksi ke 100,57, terendah dalam beberapa pekan.
Baca: Ekonomi Indonesia Mulai Pulih, LPS: Pertumbuhan Base Money Cepat, di Kisaran 15%
Di Asia, pergerakan mata uang terbilang beragam. Yuan China naik 0,38%, disusul dong Vietnam dan ringgit Malaysia yang masing-masing menguat tipis 0,12% dan 0,05%. Di sisi lain, mata uang negara-negara defensif justru tertekan.
Baht Thailand dan peso Filipina mencatat kinerja terburuk, masing-masing melemah 0,9% dan 0,79%. Won Korea dan yen Jepang juga tak luput dari tekanan, mencatat pelemahan 0,21% dan 0,19%.
Ekonom DBS, Radhika Rao, menilai pemulihan rupiah kali ini didorong oleh kombinasi katalis global dan sentimen lokal.
"Rupiah berupaya mengejar ketertinggalan dari mata uang Asia lainnya, setelah berkinerja buruk sebelumnya. Sentimen pasar saham domestik juga mulai membaik," ujarnya.
Dengan inflasi yang masih dalam koridor target Bank Indonesia, ruang untuk kebijakan pro pertumbuhan makin terbuka, termasuk kemungkinan penurunan suku bunga acuan bulan ini.
Minggu ini sempat dimulai dengan harapan positif usai gencatan senjata dagang AS-China, namun penguatan dolar hanya berlangsung sesaat.
Data harga produsen AS yang turun tak terduga, ditambah inflasi konsumen yang landai, membuat investor kembali yakin bahwa The Fed tak punya banyak alasan untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
Pergerakan mata uang utama Asia dalam sepekan (%)
Di Asia, pergerakan mata uang terbilang beragam. Yuan China naik 0,38%, disusul dong Vietnam dan ringgit Malaysia yang masing-masing menguat tipis 0,12% dan 0,05%. Di sisi lain, mata uang negara-negara defensif justru tertekan.
Baht Thailand dan peso Filipina mencatat kinerja terburuk, masing-masing melemah 0,9% dan 0,79%. Won Korea dan yen Jepang juga tak luput dari tekanan, mencatat pelemahan 0,21% dan 0,19%.
Ekonom DBS, Radhika Rao, menilai pemulihan rupiah kali ini didorong oleh kombinasi katalis global dan sentimen lokal.
"Rupiah berupaya mengejar ketertinggalan dari mata uang Asia lainnya, setelah berkinerja buruk sebelumnya. Sentimen pasar saham domestik juga mulai membaik," ujarnya.
Dengan inflasi yang masih dalam koridor target Bank Indonesia, ruang untuk kebijakan pro pertumbuhan makin terbuka, termasuk kemungkinan penurunan suku bunga acuan bulan ini.
Minggu ini sempat dimulai dengan harapan positif usai gencatan senjata dagang AS-China, namun penguatan dolar hanya berlangsung sesaat.
Data harga produsen AS yang turun tak terduga, ditambah inflasi konsumen yang landai, membuat investor kembali yakin bahwa The Fed tak punya banyak alasan untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.
Pergerakan mata uang utama Asia dalam sepekan (%)
0.46
0.38
0.12
0.05
0.01
−0.15
−0.19
−0.21
−0.79
−0.9
Rupiah Indoneia
Yuan China
Dong Vietnam
Ringgit Malaysia
Dolar Singapura
Real Arab Saudi
Yen Jepang
Won Korea
Peso Filipina
Baht Thailand
Baca juga:
-Geledah Rumah Robert Bonosusatya Terkait TPPU Eks Bupati Kukar, KPK Sita Uang Rp1,8 M
-TNI AL Gagalkan Penyelundupan 705 Kg Sabu dan 1.200 Kg Kokain Senilai Rp7,057 Triliun di Selat Durian Kepri
-Indonesia Berencana Mau Setop Impor BBM, Begini Reaksi Singapura
-Harga BBM Turun! Berlaku 14 Mei 2025, Berikut Daftar Terbaru di Semua SPBU
Baca berita lainnya di Indeks News
(cnbc/emb/emb)