![]() |
| Vonis terdakwa Agnesia Dwirifa alias Agnes binti Aidi Rifai, kasus penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal, kembali ditunda hakim PN Batam. (Foto: Istimewa) |
Adapun alasan Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam menunda sidang karena dua anggota majelis tengah menjalani cuti, sehingga vonis baru akan dibacakan pada 12 November 2025.
Penundaan sidang tersebut tercatat dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Batam. Dalam keterangan resminya, majelis hakim belum lengkap lantaran ketua majelis dan satu hakim anggota sedang cuti. Akibatnya, sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa harus dijadwal ulang.
Sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Douglas Napitupulu telah menunda pembacaan putusan pada 22 Oktober 2025. Penundaan saat itu dilakukan karena majelis masih melakukan musyawarah untuk menentukan amar putusan. Agenda kemudian dijadwalkan ulang menjadi Rabu, 5 November 2025, sebelum akhirnya kembali diundur.
Kasus yang menjerat Agnes sempat menyita perhatian publik, terutama setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, menuntut hanya 6 bulan penjara. Dalam sidang 15 Oktober 2025, jaksa menilai terdakwa terbukti menempatkan pekerja migran tanpa Surat Izin Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI), sebagaimana diatur Pasal 72 huruf c juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana penjara enam bulan dan denda Rp 100 juta, subsidiair enam bulan kurungan," demikian bunyi tuntutan yang tercatat dalam SIPP PN Batam.
Baca: Warga Khawatirkan Dampak Banjir Akibat Dugaan Cut and Fill Ilegal di Dekat Taman Raya
Namun, selama proses hukum berlangsung, Agnes tidak ditahan di rumah tahanan negara (Rutan). Ia hanya menjalani tahanan rumah, kebijakan yang memicu kritik dari pemerhati hukum di Batam. Banyak pihak menilai penegakan hukum dalam kasus ini terkesan tebang pilih.
Perkara ini berawal dari aktivitas PT Celer Marine and Offshore Indonesia, perusahaan yang dipimpin Agnes dan terafiliasi dengan PT Celer Technology Resources PTE LTD di Singapura. Meski memiliki izin usaha, perusahaan tersebut tidak mengantongi SIP2MI.
Pada 21 Februari 2025, tiga calon pekerja migran --Defri Ripandra, Benhusni, dan Agung Amansyah-- diamankan aparat di Pelabuhan Batam Center saat hendak diberangkatkan ke Singapura. Berdasarkan hasil penyidikan, Agnes berperan sebagai direktur formal, sementara operasional perusahaan dikendalikan oleh suaminya, Tan Pek Hee alias Steven Tan, yang berkas perkaranya diproses terpisah.
Jaksa semula menyusun tiga lapisan dakwaan, namun akhirnya memilih dakwaan ketiga dengan ancaman pidana paling ringan. Langkah tersebut menuai sorotan karena dinilai tidak sebanding dengan dampak sosial akibat praktik penempatan PMI ilegal.
"Efek jera seperti apa yang ingin dicapai dari tuntutan ringan ini?" ujar salah satu praktisi hukum di Batam, Senin (20/10/2025).
Dengan penundaan vonis hingga 12 November 2025, publik kini menunggu sikap majelis hakim --apakah akan memutus sesuai rasa keadilan masyarakat atau memperkuat kesan lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran penempatan PMI ilegal.
Baca juga:
Oknum TNI dan Polisi Diduga Rampok Pemilik Ruko di Botania Dengan Modus Penggerebekan Narkoba
316 Kontainer Limbah Elektronik B3 Terparkir di Batam dari Tiga Perusahaan
WNI Pekerja di Kamboja, Menteri P2MI: Masuk Kategori Ilegal
Imigrasi dan Bea Cukai Gerebek Panda Club One Batam Mall, Temukan TKA serta Mikol Ilegal
Kasus Pengeroyokan DJ dan Dugaan Peredaran Narkoba di First Club Batam
Baca berita lainnya di Indeks News
316 Kontainer Limbah Elektronik B3 Terparkir di Batam dari Tiga Perusahaan
WNI Pekerja di Kamboja, Menteri P2MI: Masuk Kategori Ilegal
Imigrasi dan Bea Cukai Gerebek Panda Club One Batam Mall, Temukan TKA serta Mikol Ilegal
Kasus Pengeroyokan DJ dan Dugaan Peredaran Narkoba di First Club Batam
Baca berita lainnya di Indeks News
@redaksi/
